BahasanMenarik dari video Fortnite Ornament Kreatif 3D Ornaments Seni Ukir Batu Tukang Batu ini adalah Ukiran Ornamen terbaru!, ornamen ukiran tempel, ornamen ukiran vector, ornamen bunga, ornamen kaligrafi, kota di jawa tengah yang mendapat julukan kota ukir adalah, ornamen ukir pada wayang kulit termasuk gambar yang bersifat, Panas fortnite
Banyak para ahli yang berpendapat bahwa kata ornamen terbit berasal bahasa latin “ ornare “ yang berjasa menyair. N domestik ensiklopedia Indonesia ornamen dijelaskan sebagai setiap hiasan beraksi geometrik atau nan lainnya; ornamen dibuat pada suatu bentuk dasar mulai sejak hasil kerajinan tangan perabot,pakaian dsb dan arsitektur. Ornament ialah rancangan tambahan yang sengaja dibuat untuk tujuan andai hiasan. Berpunca pengertian diatas boleh dibuat inferensi bahwa ornament adalah rancangan perwujudan visual yang dibuat dengan tujuan menyair satu parasan ataupun benda tertentu bagi memperindah dan atau membagi nilai tambah. Ornament tidak semata misal riasan ruang nol dan tanpa kemujaraban, apalagi motif ornamen masa lalu. Bermacam bentuk ornament sesungguhnya punya sejumlah khasiat. Disamping sebagai bentuk hiasan, ragam motif ornamen tertentu mempunyai makna simbolik maupun merupakan pencitraan falsafah hidup untuk individu-manusia yang meyakininya, sehingga benda-benda nan ditempatinya mempunyai makna yang mendalam disertai harapan-harapan tertentu bikin orang nan mempercayainya. Bermacam bentuk ornament sesungguhnya punya sejumlah kelebihan, yaitu 1 guna ceria estetis, fungsi murni estetis merupakan keistimewaan ornament kerjakan memperindah performa tulang beragangan produk karya seni, misalnya produk meubel, ubin, tenun anyaman, peralatan rumah tangga, dagangan-produk kerajinan tambahan pula puas karya-karya arsitektur. 2 kelebihan figuratif dimaksudkan sebagai pencitraan tanda-tanda, harapan-harapan ataupun cita-cita. Ornament nan berfungsi simbolis biasanya terletak pada benda-benda pusaka, benda-benda upacara atau benda-benda yang di sakralkan yang karuan saja kredit estetisnya tidak serupa itu saja diabaikan. Ornament simbolis banyak terwalak pada produk-produk seni masa lalu, biasanya yang digunakan adalah motif kala, biawak, naga, burung maupun rasi puas gerbang candi merupakan gambaran muka ki akbar atau banaspati perumpamaan symbol penolak tentara. Beriang sebagai motif ornament diwaksudkan sebagai penjelmaan hidup nenek moyang, naga maupun ular air seumpama simbol mayapada sumber akar dan zakar dipandang laksana simbol dunia atas Sunaryo, 2009 5 . Sebagai contoh kemujaraban simbolik terwalak pada ornament di sebuah mihrob masjid mantingan yang digunakan sebagai condro sengkolo atautiti incarantanda waktu hari dibangunnya bandarsah mantingan,3 khasiat estetik konstruktif, privat keadaan ini ornament menjadi bagian lakukan memperindah struktur konstruksi produk ataupun benda fungsi estetik konstruktif ornamen tercalit erat dengan produk nan dihiasinya, contohnya motif kuda lega karya ukir bonggol kayu jati, ataupun motif kepiting pada karya kursi. Ornamen atau ragam hias merupakan hasil karya seni yang terinspirasi berusul suatu obyek tertentu kemudian digubah bentuknya sedemikian rupa dengan prinsip tertentu, seperti dengan cara stil a sang , deformasi, distorsi, pukul ratamaupun natural realis. Stilasi adalah mandu menggambar suatu obyek dengan menggubah -mengayakan- kerangka asli obyek menjadi rang baru namun lain lepas dari khuluk buram aslinya, deformasi menggubah obyek gambar dengan kaidah mengeset ulang bentuknya sehingga menjadi bentuk nan berbeda namun tanpa menghilangkan ciri atau karakter obyek. Distorsiialah menggubah obyek rajah dengan cara melebih-lebihkan bentuk tertentu atau beberapa bagian tertentu pada obyek adalah upaya memudarkan gagasan utama bentuk tertentu sehingga enggak dikenali pula bentuk asalnya, sedangkan pengertian naturaldimaksudkan merupakan ornament nan berbentuk realis sebagai halnya bentuk obyek aslinya. Gb 2. Sempurna gambar ornament dengan susuk stilasi Gb 3. Pola gambar ornament dengan bentuk Deformasi Gb 4. Contoh kerangka ornament dengan rang Distorsi Gb 5. Model rangka ornament dengan bentuk Abstraksi motif batik parang sendok nasi Gb 6. Hipotetis gambar ornament dengan buram Natural sumber sejarah seni rupa 1 Motif merupakan bentuk penting ataupun unsur pokok ornamen atau ulah hias. Melalui motif, tema ataupun ide dasar ornament dapat dikenali, apakah tentang tunggul, insan, sato, flora, atau bentuk imajinasi tertentu. Menurut Sunaryo 2011 16, varietas-variasi ornament nusantara berlandaskan motif hiasnya boleh dikelompokkan menjadi 1 Motif geometris 2 motif individu 3 motif binatang 4 motif tumbuh-tumbuhan 5 motif benda-benda umbul-umbul 6 motif benda tehnologis dan kaligrafi. Motif geometris adalah bentuk motif nan menggunakan tulang beragangan garis atau rataan yang puas rata-rata bertabiat ilmu ukur maksudnya tulang beragangan-gambar yang ada berbentuk garis, bidang segi catur, segi tiga, jajaran genjang belah ketupat dan geometris ada nan disebut motif meander, pilin, banji, swastika, kawung alias tumpal. Motif meander kebanyakan digunakan bagaikan hiasan tepi suatu produk kerajinan, motif ini n kepunyaan variasi tulang beragangan nan beragam. Apabila di perhatikan bentuknya motif meander terserah yang berbentuk seperti huruf “Falak”atau huruf “ J “ yang berbanjar saling berkebalikan tersapu, dengan variasi garis lurus maupun nan lengkung berkelok-kelok. Di bali motif meander dengan berbagai variasinya disebut kuta mesir. Gb 8. A. motif meander konfigurasi huruf T Motif Meander pada retakan gerabah zaman pra rekaman Motifpilin berbentuk garis lengkung sepiral, di Jepara bentuk ini dikenal dengan stempelulir. Motif pilin dapat dibedakan menjadi jalin singularis nan berbentuk ikal, jalin ganda yang berbentuk seperti fonem “ S “ dan adapula jenis pilin ganda yang saling menyambung berganti arah. Motif pilin kebanyakan disusun secar iteratif dan berderet secara vertical, mendatar lebih lagi berbentuk diagonal seperti yang dikenal dengan motif spesies motif parang ini ada yang menyebutnya misal variasi motif lereng yaitu motif geometris nan memiliki bentuk atau sempurna dasar garis-garis miring nan sebabat. Motif banji hanya di kenal dijawa, meskipun alas kata banji selayaknya berbunga berusul kata china wan-ji sehingga lain keseleo apabila motif keberagaman ini dikatakaan sebagi motif nan asian pengaruh china. Motif ini memiliki kerangka bawah garis tekuk yang bersilang maupun palang banji di beberapa area jawa lebih dikenal sebagi motif swastika. Di toraja, ornamen dengan motif semacam ini disebut sekong sala palang berkait yang mengandung makna peringatan agar tidak mencampuri urusan makhluk lain, atau motif ukir passepu torongkong yang menyimbolkan lega hati Sunaryo,27 2011 . Motif kawung yakni jenis motif yangterbentuk bermula galangan yang berderet ke kiri, ke kanan, atas dan bawah yang silih bersilang. Rang radiks motif kawung ialah susunan lingkaran nan disusun sedemikian rupa mirip buah aren kawung ;sunda nan dibelah menjadi dua. Bentuk dasar motif kawung Motif tumpal merupakan jenis motif yang berbentuk dasar segi tiga sama jihat, rata-rata berpola tukar berarak atau berkait. Di Sumatra Barat motif tumpal disebut pucuak rebuang bucuk rebung, banyak digunakan bagi menghias kain tenun songket, di Tapanuli Selatan disebut motif hias bindu, di Batak Simalungun disebut ipon-ipon yang bermanfaat gigi, di Jawa adapula yang mengenal motif ini dengan sebutan untu belalang lihat sunaryo2011. a. keberagaman motif tumpal dengan isen-isen b. motif tumpal pada tenun torso Motifmanusia ialah jenis motif yang menggunakan wujud orang seluruhnya ataupun babak tertentu sebagai gagasan utama polah hias. Rancangan motif turunan boleh saja digubah dengan cara stilasi, distori, abstraksi maupun secara natural, baik perwujudan seluruh tubuh manusia atau fragmen raga tertentu. Motif binatang adalah jenis motif yang menunggangi wujud binatang seluruhnya atau fragmen tertentu umpama gagasan terdahulu ragam hias. Gambar motif fauna dapat saja digubah dengan cara stilasi, distori maupun secara natural, baik perwujudan seluruh jasmani binatang ataupun fragmen fisik tertentu. Motiftumbuhan merupakan diversifikasi motif nan menggunakan wujud tumbuhan alias fragmen tertentu tumbuhan seumpama gagasan utama kelakuan solek. Rajah motif tumbuhan bisa saja digubah dengan prinsip stilasi, distori, pukul rata maupun secara natural, baik perwujudan seluruh penggalan tumbuhan maupun putaran tertentu. Motif benda-benda kalimantang merupakan jenis motif nan menggunakan wujud rancangan benda-benda alam sebagai gagasan terdahulu ragam hias. Bentuk motif benda-benda kalimantang biasanya digubah dengan cara stilasi. Motif benda-benda teknologis dan motif kaligrafi , merupakan jenis motif nan menggunakan wujud rangka benda-benda tehnologis/benda-benda buatan manusiasedangkan yang dimaksud motif kaligrafi adalah upaya memanfaatkan lambang bunyi sebagai rencana gagasan utama ornament alias ulah solek. Bagan motif benda-benda teknologis bisa cuma digubah dengan cara stilasi, distori, abstraksi maupun secara motif kaligrafi biasanya menggunakan catatan/abc yang dibentuk sedemikian rupa membuat obyek geometris, bani adam, satwa, pohon atau obyek tertentu. _______________ Penulis A. Ibadur Rohman, Guru Seni dan Budaya di MAN 1 Jepara Sepintasornamen ini mirip dengan Semanggen padahal ornamen ini berbeda, baik secara wangun (struktur) ataupun tata sunggingnya. Ornamen Kembang Kapas banyak digunakan untuk menghiasi motif pada dodot gembolan busana Ponggawa. Tokoh wayang yang menggunakan ornamen ini adalah Kangsa, Bagadata, Jayadrata dan lain-lain. 12.
ArticlePDF AvailableAbstractGedung Wayang Orang adalah gedung pertunjukan yang berada dalam kawasan publik Taman Sriwedari di kota Surakarta. Dalam perencanaan kawasan Taman Sriwedari, Gedung Wayang Orang menjadi salah satu bangunan yang perlu dibangun kembali untuk melestarikan budaya yang ada dengan menciptakan bangunan yang merujuk pada kekayaan arsitektur Surakarta dengan sentuhan yang lebih modern sehingga pendekatan arsitektur neo vernakular menjadi pilihan yang tepat. Permasalahan penelitian yaitu untuk menerapkan desain yang modern dengan tetap merujuk pada arsitektur tradisional diperlukan penerapan ornamen lokal yang tepat pada bangunan. Tujuan penelitian adalah mengidentifikasi karakteristik ornamen lokal yang sesuai dengan tipologi bangunan gedung pertunjukan di Kota Surakarta. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif yang dilakukan dengan studi literatur dan studi preseden dengan tiga komponen penelitian yaitu karakteristik, bentuk dan makna ornamen. Hasil penelitian menunjukan bahwa ornamen yang diterapkan pada bangunan preseden tidak memiliki karakteristik, bentuk dan juga makna yang khusus. Bentuk ornamen seperti ornamen lunglungan, wajikan, patran, padma dapat digunakan pada bangunan pertunjukan Gedung Wayang Orang Sriwedari. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. AGORA Jurnal Penelitian dan Karya Ilmiah Arsitektur Usakti Vol. 20 No. 2 Desember 2022 123-133 DOI ISSN 1411-9722 Print ISSN 2622-500X Online 123 PENERAPAN ORNAMEN LOKAL PADA DESAIN GEDUNG WAYANG ORANG SRIWEDARI SURAKARTA DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR NEO VERNAKULAR APPLICATION OF LOCAL ORNAMENTS IN THE DESIGN OF WAYANG ORANG SRIWEDARI BUILDING IN SURAKARTA WITH THE NEO VERNACULAR ARCHITECTURAL APPROACH Afi Khalisha Hakim*1, Mohammad Ischak*2, Nurhikmah Budi Hartanti*3 1,2,3Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Trisakti, Jakarta *e-mail ABSTRAK Gedung Wayang Orang adalah gedung pertunjukan yang berada dalam kawasan publik Taman Sriwedari di kota Surakarta. Dalam perencanaan kawasan Taman Sriwedari, Gedung Wayang Orang menjadi salah satu bangunan yang perlu dibangun kembali untuk melestarikan budaya yang ada dengan menciptakan bangunan yang merujuk pada kekayaan arsitektur Surakarta dengan sentuhan yang lebih modern sehingga pendekatan arsitektur neo vernakular menjadi pilihan yang tepat. Permasalahan penelitian yaitu untuk menerapkan desain yang modern dengan tetap merujuk pada arsitektur tradisional diperlukan penerapan ornamen lokal yang tepat pada bangunan. Tujuan penelitian adalah mengidentifikasi karakteristik ornamen lokal yang sesuai dengan tipologi bangunan gedung pertunjukan di Kota Surakarta. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif yang dilakukan dengan studi literatur dan studi preseden dengan tiga komponen penelitian yaitu karakteristik, bentuk dan makna ornamen. Hasil penelitian menunjukan bahwa ornamen yang diterapkan pada bangunan preseden tidak memiliki karakteristik, bentuk dan juga makna yang khusus. Bentuk ornamen seperti ornamen lunglungan, wajikan, patran, padma dapat digunakan pada bangunan pertunjukan Gedung Wayang Orang Sriwedari. Kata kunci Gedung Wayang Orang, Ornamen Lokal, Arsitektur Neo Vernakular ABSTRACT The Wayang Orang Building is a performance building located in the Sriwedari Park public area in the city of Surakarta. In planning the Sriwedari Park area, the Wayang Orang Building is one of the buildings that needs to be rebuilt to preserve the existing culture by creating a building that refers to the architectural richness of Surakarta with a more modern touch so that the neo vernacular architectural approach is the right choice. The research problem is to apply a modern design while still referring to traditional architecture, it is necessary to apply the right local ornaments to the building. The purpose of this research is to identify the characteristics of local ornaments that are in accordance with the typology of theater buildings in Surakarta City. The research method use a qualitative method with a literature study and a comparative study, presented with three research components, namely the characteristics, shape and meaning of ornaments. The results showed that the ornaments applied to the precedent buildings did not have special characteristics, shapes and meanings. Ornamental forms such as lunglungan, wajikan, patran, padma can be used in The Wayang Orang Sriwedari building. Keywords Wayang Orang Building, Local Ornaments, Neo Vernacular Architecture Agora Jurnal Penelitian dan Karya Ilmiah Arsitektur Usakti , Volume20, Nomor 2, Desember 2022 124 A. PENDAHULUAN Taman Sriwedari merupakan ruang publik yang memilki nilai budaya dan nilai sejarah yang tinggi di kota Surakarta. Pada tahun 1930-an, Taman Sriwedari yang memiliki daya tarik yang membuat Sriwedari menjadi tempat yang populer karena salah satunya yaitu menampilkan pertunjukan wayang orang di Gedung Wayang Orang. Gedung Wayang Orang termasuk teater paling tua di Indonesia yang berdiri sejak tahun 1910 dibawah Kesultanan Pakubuwono X. Pagelaran wayang orang di Gedung Wayang Orang diawali sejak masa kekuasaan Kanjeng Gusti Pangeran Arya Adipati Mangkunegara I, yang dibawakan oleh abdi dalem istana. Sejarah manusia dapat ditelusuri melalui peninggalan - peninggalan yang ditinggalkannya. Artefak arsitektural terdapat pada ornamen bangunan dan penggunaan ragam hias Budihardjo, 1987 3. Penggunaan ragam hias dalam sebuah bangunan termasuk salah satu kearifan lokal yang kemungkinan juga dipengaruhi oleh budaya negara lain. Keunikan budaya masyarakat dan mengalami perubahan budaya pada saat yang bersamaan yang disebut transformasi budaya Noor, 2005. Nilai estetika dapat dilihat pada bentuk, irama, keseimbangan dan keserasian bentuk ornamen. Nilai estetika juga terdapat pada pilihan warna yang digunakan pada setiap ornamen. Yunianti, 2018 Penerapan ornamen sebagai nilai local pada bangunan di Surakarta menunjukkan penerapan yang beragam. Elemen kaca dan dekorasinya pada bangunan tradisional di Surakarta memiliki bentuk, fungsi, dan makna yang spesifik, seperti yang diterapkan pada Pendapa Gede Balaikota Surakarta Sasana Handrawina Purnomo, 2009. Sementara itu, , ornamen yang terdapat pada bangunan yang berada di Kampung Laweyan tidak memiliki makna yang cukup mendalam Rahayuningtyas, 2010. Ragam hias pahatan tradisional Jawa yang ditemukan pada tebeng pintu dan juga gebyog merupakan letak dimana ornamen tersebut memiliki makna. Ornamen yang terlihat banyak digunakan yaitu memiliki motif tumbuh-tumbuhan dan motif lunglungan yang bergaya Surakarta. Dari kajian yang dilakukan, ditemukan bahwa dekorasi yang digunakan pada bangunan di Surakarta berbeda-beda tergantung pada jenis bangunannya. Maka dari itu, penelitian ini dilakukan untuk menemukan apakah terdapat ornamen tertentu dan ornamen seperti apa yang tepat bagi tipologi gedung pertunjukan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi jenis dan karakteristik ornamen lokal pada beberapa bangunan tradisional di kota Surakarta. Dari hasil kajian tersebut, diarahkan sebagai acuan dalam hal ornamen seperti apa yang tepat untuk tipologi bangunan gedung pertunjukan di Kota Surakarta. B. STUDI PUSTAKA Gedung Pertunjukan Gedung merupakan bangunan untuk kantor, tempat yang mewadahi hasil-hasil kesenian Poerwadarminta, 1976303. Pertunjukan adalah sebuah tontonan seperti wayang orang, bioskop, dsb, demonstrasi, pameran Poerwadarminta, 19761108. Gedung pertunjukan seni merupakan sebuah wadah yang dapat mewadahi segala bentuk pertunjukan musik seperti paduan suara, orkestra, jazz dan pop atau rock drama, opera, tari, dan musikal. Appleton, 2008 Ciri khas gedung teater yaitu terdapat pada bentuk kursi yang terletak di lantai bawah penonton duduk di sebidang tanah yang luas Afi Khalisha Hakim Penerapan Ornamen Lokal Pada Desain Gedung Wayang Orang Sriwedari Surakarta Dengan Pendekatan Arsitektur Neo Vernakular 123-133 125 berbentuk kurva ke atas dan panggung terlihat jelas di latar depan. Neufert, 2002 Ada tiga komponen utama yang membentuk khas bangunan teater. Variasi ukuran dan karakter tergantung pada jenis dan ukuran teater, tetapi karakteristik dasar dan hubungannya serupa. Komponen utamanya adalah • Auditorium dan stage Auditorium, jantung sebuah teater, adalah tempat pertunjukan yang merupakan kegiatan utama sebuah teater. • Front of house Front of house, yang mencakup semua fasilitas foyer, menyediakan kebutuhan penonton dan seringkali buka sepanjang hari. • Backstage Area belakang panggung teater harus mengakomodir kebutuhan para pemain rehearsal, make-up, prep, dan relaksasi maupun kebutuhan staf produksi dan teknis yang bertanggung jawab mengantarkan dan menyiapkan set, peralatan dan perlengkapan teknis. Ini adalah kegiatan yang sering perlu dijauhkan dari mata publik jika panggung ingin tetap misterius. Rute akses ke panggung dari pintu pengiriman, area teknis dan ruang ganti harus melewati area bangunan yang tidak ditempati oleh umum. Strong, 2010 Ornamen Ornamen seringkali mengandung makna atau maksud simbolis tertentu yang berkaitan dengan visi hidup yang disertai dengan harapan yang ada. Di balik representasi simbol, ada banyak pesan yang berdampak pada kehidupan budaya. Oleh karena itu, untuk memahami keberadaan nilai arsitektur, seseorang dapat memahami pesan budayanya, begitu juga sebaliknya Ronald, 2005. Menurut Soekiman, 2000, ornamen muncul dan terikat oleh faktor emosional dan faktor teknis. Unsur emosional adalah hasil ciptaan dari kepercayaan, agama dan magis. Sedangkan unsur teknis pada ornamen berkaitan dengan asal bahan dan cara pembuatannya. Ornamen merupakan bagian dari struktur esensial sistem puitis tampilan komposisi arsitektur yang dapat mengaburkan perbedaan dan dapat pula memperjelasnya. Pemahamannya tentang ornamen sebagai ekspresi jiwa dari komunitas pada karya arsitektur. Disamping itu ornamen juga merupakan ungkapan dunia komunal yang koheren berbentuk ekspresi dalam gaya historis cara hidup bersama selanjutnya memiliki fungsi etis sebagai tanda kehidupan. Harries, 2000 Ornamentasi pada bangunan merupakan bagian yang fundamental dalam arsitektur yang kehadirannya sebagai bentuk ragawi. Ornamen pada bangunan dapat meningkatkan nilai estetika pada bangunan serta menunjukkan identitas kota atau tempat. Prijotomo 1978 dalam Kertiyasa. J 2011. Bangunan tradisional Indonesia memiliki banyak ragam hias dan bentuk fisik bangunannya. Ornamen bangunan tradisional Indonesia erat kaitannya dengan makna filosofis yang dikandungnya. Di Indonesia, ornamen banyak diletakkan pada fasad exterior bangunan. Hal ini karena ornamen membantu untuk menunjukkan identitas daerah. Banyak ornamen juga diletakkan di luar gedung dan dapat dinikmati dalam aktivitas paling intensif yang biasanya dilakukan di luar gedung. Prijotomo 1978 dalam Kertiyasa. J 2011. Lokal Agora Jurnal Penelitian dan Karya Ilmiah Arsitektur Usakti , Volume20, Nomor 2, Desember 2022 126 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, lokal yaitu ruang yang luas; terjadi berlaku, ada, dan sebagainya di satu tempat, tidak merata; setempat; di suatu tempat tentang pembuatan, produksi, tumbuh, hidup, dan sebagainya; setempat. Melokalkan yaitu menjadikan membuat dan sebagainya sesuatu dipakai diterima dan sebagainya di suatu tempat. KBBI, 2021 Arsitektur Neo Vernakular Post modern adalah aliran arsitektur yang muncul pada pertengahan tahun 1960-an, adanya post modern dikarenakan adanya sebuah gerakan yang dilakukan oleh beberapa arsitek salah satunya adalah Charles Jencks untuk mengkritisi arsitektur modern. Hal ini terjadi karena arsitek ingin menawarkan konsep baru yang lebih menarik daripada arsitektur modern yang monoton. Makassar et al., 2013 Tjok Pradnya Putra menyatakan Arsitektur Neo Vernakular berasal dari kata dari bahasa Yunani yaitu neo atau new yang berarti baru atau hal yang baru, sedangkan kata vernacular berasal dari bahasa latin vernaculus yang berarti asli. Dengan demikian, dapat diartikan arsitektur neo - vernakular sebagai arsitektur asli daerah yang dibangun oleh masyarakat setempat, dengan menggunakan material lokal, mempunyai unsur budaya dan disatu padukan dengan sentuhan modern yang mendukung. Purnomo, 2017 Arsitektur neo vernakular adalah penerapan elemen arsitektur yang ada, baik formal, struktural maupun tidak berwujud, sering diterapkan pada konsep, filosofi dan perencanaan penggunaan lahan dengan tujuan untuk melestarikan elemen lokal. Nauw & Rengkung, 2013. C. METODE PENELITIAN Penelitian menggunakan metode kualitatif dengan mengidentifikasi karakteristik, bentuk dan juga makna yang terdapat pada ornamen lokal yang digunakan pada beberapa bangunan di kota Surakarta. Pengumpulan data dilakukan dengan dua cara, yaitu 1 studi literatur, melalui penelitian yang sudah ada terkait dengan karakteristik ornamen lokal yang digunakan pada bangunan di kota Surakarta, dan 2 studi preseden. Metode penelitian dilakukan dengan studi literatur yaitu mengumpulkan data melalui penelitian yang sudah ada terakit dengan ornamen lokal yang digunakan pada bangunan di kota Surakarta. Terdapat 5 bangunan di kota Surakarta yang digunakan dalam studi preseden yaitu Masjid Agung Surakarta, bangunan rumah tinggal Kampung Laweyan, Balaikota Surakarta, beberapa bangunan hotel di Surakarta, dan beberpaa bangunan tradisional di kota Surakarta. Terdapat 3 komponen analisis yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu karakteristik, bentuk dan makna dari ornamen lokal. Setelah itu, hasil penelitian dapat menunjukan ornamen lokal seperti apa yang tepat bagi Gedung Wayang Orang Sriwedari. Langkah-langkah penelitian ditunjukan pada gambar 1. Hasil PenelitianOrnamen lokal yang tepat bagi Gedung Wayang Orang SriwedariAnalisis Komponen Ornamen LokalKarakteristik Bentuk MaknaBangunan di Kota SurakartaMasjid Agung SurakartaBangunan Rumah Tinggal Kampung LaweyanBangunan Tradisional SurakartaBalaikota Surakarta dll. Bangunan Hotel di Surakarta Jl. Slamet RiyadiStudi LiteraturMengumpulkan data melalui penelitian yang sudah ada terkait dengan ornamen lokal yang digunakan pada bangunan di kota Surakarta Afi Khalisha Hakim Penerapan Ornamen Lokal Pada Desain Gedung Wayang Orang Sriwedari Surakarta Dengan Pendekatan Arsitektur Neo Vernakular 123-133 127 Gambar 1 Skema Metode Penelitian Sumber Hasil Analisa Peneliti D. HASIL PENELITIAN Pada bagian ini menjelaskan hasil dari analisis dari komponen ornamen lokal yang ditemukan pada beberapa bangunan di kota Surakarta. Terdapat 3 komponen yang dibahas dalam penelitian ini, yaitu karakteristik ornamen, jenis ornamen, dan makna dari ornamen. Masjid Agung Surakarta 1. Karakteristik Ornamen yang terdapat pada Masjid Agung Surakarta memiliki nilai estetika yang selaras dengan konsep estetis Jawa dan estetis Islam. 2. Bentuk Ornamen yang terdapat pada Masjid Agung Surakarta memiliki bentuk visual yang mendapat pengaruh dari kebudayaan Jawa, Islam berkaitan dengan Hindu-Budha. Berikut beberapa ornamen yang dimaksud a. Ornamen Padma, berupa ukiran tampak samping bunga teratai yang juga menyerpai huruf Arab yang terletak pada bagian batu hitam dasar tiang. Gambar 2 Ornamen Padma Pada Pondasi Umpak Sumber b. Ornamen Mirong atau Putri Mirong, berupa stilasi huruf arab pada bagian dalam berbentuk garisan yang menunjukan Sri Sultan bagaikan sedang mengenakan pakaian kesultanannya; c. Ornamen Sorotan, berupa stilasi huruf Arab yang memiliki bentuk serupa dengan pusaka trisula; Gambar 3 Ornamen Putri Mirong & Sorotan Sumber d. Ornamen Tlacapan, berupa sinar matahari, sorot, kecerahan, dan keagungan; Gambar 4 Ornamen Tlacapan Sumber Ismunandar, 2001 e. Ornamen Lunglungan. Gambar 5 Ornamen Lunglungan Sumber Ismunandar, 2001 3. Makna Ornamen pada Masjid Agung Surakarta mengandung nilai-nilai pendidikan antara lain berguna dan berharga nilai kebenaran, indah nilai estetika, baik nilai moral atau moral dan religius nilai agama. Yunianti, 2018 a. Ornamen Padma, bermakna sebagai ajaran suci Nabi Muhammad SAW. Agora Jurnal Penelitian dan Karya Ilmiah Arsitektur Usakti , Volume20, Nomor 2, Desember 2022 128 b. Ornamen Putri Mirong, memiliki makna bahwa sultan memberikan contoh budaya malu berdasarkan ajaran Nabi Muhammad SAW. c. Ornamen Sorotan, memiliki arti bahwa Nabi Muhammad SAW adalah uswatun khasanah. d. Ornamen Tlacapan, memiliki makna seorang pemimpin harus memiliki wibawa dan keagungan. e. Lunglungan, memiliki makna kedermawanan. Ornamen yang terdapat pada Masjid Agung Surakarta memiliki nilai estetika dan juga bentuk visual yang selaras dengan kebudayaan Jawa Islam. Begitu juga dengan makna yang terkandung pada ornamen, berhubungan dengan nilai estetika dan juga nilai agama. Bangunan Rumah Tinggal Kampung Laweyan 1. Karakteristik Ornamen pada bangunan tempat tinggal di Kampung Laweyan memiliki karakteristik yang dipengaruhi oleh ragam hias itu sendiri. Karakter dipengaruhi oleh bentuk, pola, motif, posisi, dan warna. Rahayuningtyas, 2010 2. Bentuk Budaya Arab, Jawa, Cina, dan juga Eropa memiliki pengaruh terhadap ornamen yang digunakan pada bangunan di Kampung Laweyan. Ornamen Jawa paling banyak ditemukan pada ukirannya yang terletak pada gebyog dan juga tebeng pintu pada bangunan seperti lunglungan. Gambar 6 Gambar 7 Ornamen Lunglungan Pada Tebeng Pintu Sumber Rahayuningtyas, 2010 Motif jawa lainnya yang muncul pada ornamen antara lain a. Ornamen Wajikan Gambar 11 Ornamen Wajikan SumberNiswah et al., 2018 b. Ornamen Patran Gambar 10 Ornamen Patran Sumber Niswah et al., 2018 c. Ornamen Makhuta Gambar 9 Ornamen Makhuta Pada Jendela SumberRahayuningtyas, 2010 Afi Khalisha Hakim Penerapan Ornamen Lokal Pada Desain Gedung Wayang Orang Sriwedari Surakarta Dengan Pendekatan Arsitektur Neo Vernakular 123-133 129 d. Ornamen Banyu Tetes Gambar 8 Ornamen Banyu Tetes Sumber Ismunandar, 2001 3. Makna Ornamen yang terdapat pada bangunan yang berada di Kampung Laweyan tidak memiliki makna yang cukup mendalam. Ragam hias pahatan tradisional Jawa yang ditemukan pada tebeng pintu dan juga gebyog merupakan letak dimana ornamen tersebut memiliki makna. Ornamen yang terlihat banyak digunakan yaitu memiliki motif tumbuh-tumbuhan dan motif lunglungan yang bergaya Surakarta. Makna ini terkait dengan ragam hias tradisional Jawa. Di antara ornamen dengan pengaruh Eropa dan Arab, tidak ada dekorasi yang membawa makna khusus. Rahayuningtyas, 2010 a. Lunglungan, bermakna memberi ketentraman pada hunian. b. Wajikan, bermakna keindahan. c. Makhuta, bermakna sebagai mahkota atau wayang tokoh raja. d. Banyu Tetes, bermakna penghormatan terhadap air sebagai sumber kehidupan. Ornamen pada bangunan rumah tinggal Kampung Laweyan memiliki pengaruh dari budaya Arab, Jawa, Cina dan juga Eropa. Makna yang terkandung pada pada ornamen yang terdapat pada bangunan juga tidak memiliki makna khusus selain sebagai nilai estetika. Bentuk ornamen yang banyak ditemukan seperti ornamen lunglungan yang terletak pada gebyog dan juga tebeng pintu. Pendapi Gede Balaikota Surakarta dan Sasana Handrawina Surakarta 1. Karakteristik Pada bangunan Pendapi Gede Balaikota Surakarta dan Sasana Handrawina, keduanya menerapkan elemen kaca pada gebyog sebagai pembentuk ruang. Elemen kaca yang diterapkan pada kedua bangunan dapat membantu pencahayaan ruang pada siang hari dan juga tidak memutus hubungan antara bagian dalam bangunan dan area luar bangunan. Purnomo, 2009 2. Bentuk Ornamen pada Pendapi Gede Balaikota Surakarta menerapkan lambang Pemkot Surakarta pada gebyog. Gambar 12 Gebyog pada Pendapi Gede Balaikota Sumber Purnomo, 2009 Gambar 13 Lambang Pemerintah Kota Surakarta Sumber Purnomo, 2009 Sedangkan pada Sasana Handrawina berupa lambang yang disebut dengan nama Radya Laksana. Agora Jurnal Penelitian dan Karya Ilmiah Arsitektur Usakti , Volume20, Nomor 2, Desember 2022 130 Gambar 14 Gebyog pada Sasana Handrawina Sumber Purnomo, 2009 Gambar 15 Lambang Radya Laksana Sumber Purnomo, 2009 3. Makna Ornamen dalam bentuk lambang kota Surakarta pada Pendapi Gede Balaikota Surakarta maupun Radya Laksana pada Sasana Handrawina berkaitan dengan aspek estetika atau keindahan dan juga sebagai suatu identitas daripada bangunan tersebut. Ornamen yang terdapat pada bangunan Pendapi Gede Balaikota dan Sasana Handrawina Surakarta memiliki karakteristik yaitu penggunaan ornamen kaca. Bentuk ornamen yang terlihat pada kedua bangunan yaitu lambang Pemkot Surakarta dan juga lambang Radya Laksana yang memiliki makna sebagai suatu identitas daripada kedua bangunan. Balaikota Surakarta, Pendhapa Keraton Mangkunegaraan, Pagelaran Keraton Kasunanan Surakarta, Dalem Joyokusuman, dan Masjid Agung Surakarta. 1. Karakteristik Tata bentuk dan ornamen yang dinamis terlihat jelas pada bangunan sebelumnya. Segitiga dan trapesium berulang menjadi bentuk atap yang ditemukan di hampir setiap bangunan. Ornamen yang digunakan juga menerapkan irama berulang yang dinamis seperti motif sulur daun di gunungan Pagelaran Keraton Surakarta. Hampir semua komponen pada bangunan menggunakan ritme yang terkesan dinamis dengan bentuk motif sulur, segitiga dan juga zigzag. Habibbullah et al., 2019 Gambar 16 Penerapan Irama Dinamis pada Bouven A dan Ornamen B Sumber Habibbullah et al., 2019 2. Bentuk Wuwungan dan motif ukur sulur pada gunungan merupakan dua ornamen dekoratif yang paling terlihat dari kelima bangunan. Wuwungan yang merupakan elemen dekoratif atap, biasanya dipasang di bubungan atau di jurai luar. Ada yang dipasang hanya di tepi bubungan atau jurai, ada pula yang dipasang di sepanjang bubungan dan jurai. Gunungan adalah permukaan vertikal di atap kampung dan tidak tertutup oleh bidang atap. Bidang gunungan yang dapat terlihat dengan mudah secara visual biasanya digunakan untuk menempatkan ornamen dekoratif seperti ukiran dan bouven. Afi Khalisha Hakim Penerapan Ornamen Lokal Pada Desain Gedung Wayang Orang Sriwedari Surakarta Dengan Pendekatan Arsitektur Neo Vernakular 123-133 131 Gambar 17 Motif Ukir Sulur Daun pada Gunungan kiri dan Wuwungan pada Ujung Jurai Luar kanan Sumber Habibbullah et al., 2019 3. Makna Ornamen hias pada fasad bangunan tidak terlihat dominan karena fungsi dekoratif bukanlah yang utama. Bukan berarti keberadaan ornamen bangunan tidak penting. Keseragaman beberapa ornamen menghasilkan desain yang harmonis antar bangunan. Wuwungan modern merupakan bentuk penyederhanaan dari wuwungan jago, wuwungan kelir dan wuwungan mustoko yang dibuat dalam kaitannya dengan konsep arsitektur atap dengan mengambil bentuk utama seperti lanangan, jago dan makutho di tengah sedangkan bulusan adalah penutup pada garis wuwungan itu sendiri sehingga tajuk dan penyangga pada konsep modern dapat menyesuaikan dengan konsep atap tajug dan pola joglo atau model pencu atau kampung. Wuwungan modern tidak berbentuk simbol spiritual, melainkan nilai status sosial yang dibawa oleh subjek wuwungan modern. Darmawanto, 2015 Ornamen yang terdapat pada kelima bangunan di Surakarta memiliki beberapa kesamaaan karakteristik yaitu penggunaan irama berulang yang dinamis dengan bentuk motif sulur, segitiga dan zigzag. Wuwungan dan motif ukir sulur pada gunungan merupakan dua ornamen dekoratif yang paling terlihat dari kelima bangunan yang berfungsi sebagai ornamen hias yang menciptakan keseragaman sehingga menghasilkan desain yang harmonis. Bangunan Hotel di Kota Surakarta 1. Karakteristik Elemen ikonik Jawa yang diterapkan pada bangunan hotel Surakarta dapat dilihat melalui bentuk atap dengan bentuk fisik yang khas dan ciri dominan karena atap merupakan bagian yang mewakili puncak bangunan, material bangunan dan ornamen pada bangunan. Bangunan hotel belum memiliki karakteristik yang kuat karena penerapan unsur-unsur tersebut belum memiliki karakter yang kuat. Dianingrum et al., 2021 2. Bentuk Penggunaan ornamen pada 5 bangunan hotel di kota Surakarta yang diambil sebagai sampel, sebagian besar menggunakan ornamen yang umum dengan bentuk tumbuh-tumbuhan pada fasad luar bangunan seperti ornamen lunglungan. Gambar 18 Ornamen Lunglungan Sumber Ismunandar, 2001 3. Makna Ragam hias tumbuh-tumbuhan tidak terlepas dari pengaruh Hindu. Flora yang digunakan sebagai hiasan pada bangunan tradisional Jawa bersifat sakral dan dalam beberapa jenis. Arti dari ragam hias ini adalah keindahan dan kebaikan yang diungkapkan melalui penggunaan warna kuning emas, merah dan hijau. Ragam hias ini biasanya terletak pada struktur ataupun non struktur yang terletak pada bagian atas bangunan dan juga pintu masuk Agora Jurnal Penelitian dan Karya Ilmiah Arsitektur Usakti , Volume20, Nomor 2, Desember 2022 132 ruang utama juga ruang yang sakral. Cahyandari, 2007 Ornamen yang banyak ditemukan pada bangunan hotel di Surakarta belum memiliki karakteristik yang kuat. Bentuk ornamen yang digunakan pada kelima bangunan hotel Sebagian besar menggunakan ornamen dengan bentuk flora seperti ornamen lunglungan yang menghasilkan nilai estetika pada bangunan. Berdasarkan data yang telah diperoleh, berikut analisis dengan menggunakan 3 komponen ornamen lokal yang ditemukan pada beberapa bangunan di kota Surakarta Tabel 1. Analisis Ornamen Lokal 3 Analisis Komponen Ornamen Karakteristik Nilai estetis dengan konsep estetika Jawa dan estetika Islam. Bentuk Ornamen Padma, Putri Mirong, Sorotan, Tlacapan, dan Lunglungan. Makna Padma simbol ajaran suci Nabi Muhammad SAW, Putri Mirong symbol ajaran suci Nabi Muhammad SAW, Sorotan bermakna Nabi Muhammad SAW adalah uswatun khasanah, Tlacapan symbol pemimpin dengan kewibawaan dan keagungan, dan Lunglungan bermakna rezeki dan dermawan. Rumah Tinggal Kampung Laweyan Karakteristik Ornamen dipengaruhi budaya ornamen itu sendiri dalam bentuk, motif, pola, warna, dan letak. Bentuk Ornamen Lunglungan, Wajikan, Patran, Padma, Makhuta, dan Banyu Tetes. Makna Lunglungan ketentraman, Wajikan keindahan, Makhuta mahkota, dan Banyu Tetes air sebagai sumber kehidupan. Pendapi Gede dan Sasana Handrawina Karakteristik Keduanya menerapkan elemen kaca pada gebyog yang digunakan sebagai pembentuk ruang. Bentuk Lambang Pemerintah Kota Surakarta dan Lambang Radya Laksana. Makna Keduanya berkaitan dengan aspek estetika dan juga sebagai suatu identitas dari bangunan. Karakteristik Hampir di semua bangunan menggunakan ornamen dengan irama yang berkesan dinamis dengan bentuk zig-zag, segitiga, dan terdapatnya motif sulur. Bentuk Ornamen Wuwungan dan motif ukir sulur daun pada gunungan. Makna Keselarasan desain antarbangunan. Bangunan Hotel di Surakarta Karakteristik Bangunan belum memiliki karakter yang kuat. Bentuk Ornamen dengan bentuk flora seperti ornamen Lunglungan. Makna Ornamen digunakan sebagai ragam hias dan nilai keindahan. Sumber Hasil Analisa Peneliti Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, dihasilkan beberapa poin sebagai berikut. Pertama, karakteristik ornamen pada bangunan dipengaruhi oleh pengaruh budaya pada bangunan itu sendiri, yang hampir pada semua bangunan menggunakan ornamen yang umum digunakan. Tidak ditemukan penggunaan khusus suatu ornamen pada bangunan. Berdasarkan preseden dari bangunan yang terpilih, ornamen lebih banyak ditemukan pada gebyog, daun pintu, bukaan jendela, dan kolom. Kedua, bentuk ornamen yang ditemukan sebagian besar menggunakan ornamen dengan bentuk umum tumbuh-tumbuhan flora seperti ornamen Lunglungan, Padma, Patran, dan juga Wajikan. Ketiga, makna dari penggunaan ornamen pada bangunan memiliki makna yang tidak mendalam. Sebagian besar ornamen yang diterapkan memiliki tujuan sebagai nilai estetika atau keindahan bagi bangunan tersebut. E. KESIMPULAN Karakteristik ornamen pada bangunan menggunakan ornamen yang umum digunakan. Ornamen lebih banyak ditemukan pada gebyog, daun pintu, bukaan jendela, dan kolom. Bentuk ornamen yang sering ditemukan yaitu ornamen dengan bentuk tumbuh-tumbuhan flora seperti Lunglungan, Padma, Patran, dan juga Wajikan. Makna dari penggunaan ornamen Afi Khalisha Hakim Penerapan Ornamen Lokal Pada Desain Gedung Wayang Orang Sriwedari Surakarta Dengan Pendekatan Arsitektur Neo Vernakular 123-133 133 pada umumnya sebagai nilai estetika pada bangunan. Sebagian besar ornamen yang diterapkan pada bangunan preseden tidak memiliki karakteristik, bentuk dan juga makna yang khusus. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penerapan ornamen lokal pada tipologi bangunan gedung pertunjukan tidak jauh berbeda dengan ornamen yang diterapkan pada jenis tipologi lainnya. Bentuk ornamen seperti ornamen Lunglungan, Wajikan, Patran, Padma yang memiliki bentuk dasar tumbuh-tumbuhan flora dapat digunakan pada bangunan pertunjukan Gedung Wayang Orang Sriwedari. DAFTAR RUJUKAN Appleton, I. 2008. Buildings For the Performing Arts Second Edition. Architectural Press. Cahyandari, G. 2007. Tata Ruang dan Elemen Arsitektur Pada Rumah Jawa di Yogyakarta Sebagai Wujud Kategori Pola Aktivitas Dalam Rumah Tangga. Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Darmawanto, E. 2015. Estetika dan Simbol Dalam Wuwungan Mayonglor Sebagai Wujud Spiritual Masyarakat. Universitas Negeri Semarang. Dianingrum, A., Srimuda, T., Andria, M., Muqoffa, M., & Anjar, P. 2021. Identifikasi Penerapan Unsur-Unsur Iconic Jawa Pada Bangunan Hotel Di Surakarta. Universitas Sebelas Maret. Habibbullah, M., Muqoffa, M., & Purwani, O. 2019. Penerapan Karakter Arsitektur Jawa Pada Fasad Pusat Kuliner Tradisional Di Surakarta. Universitas Sebelas Maret. Ismunandar, R. 2001. Joglo Arsitektur Rumah Tradisional Jawa. Dahara Prize. Neufert, E. 2002. Data Arsitek Jilid 2. Erlangga. Niswah, A., Novinda, C., Aprianggara, I., & Khoira, T. 2018. Konstruksi dan Detail Ornamen pada Arsitektur Jawa. Universitas Sebelas Maret. Noor, O. M. 2005. Penerapan Ragam Hias Tradisional Bali Pada Rumah Tinggal Sebagian Masyarakat Melayu Selangor Malaysia. Institut Teknologi Bandung. Purnomo, A. 2009. Ornamen Kaca Pada Interior Bangunan Tradisional Di Surakarta. Institut Seni Indonesia Surakarta. Rahayuningtyas, B. O. 2010. Ornamen Bangunan Rumah Tinggal Di Kampung Laweyan Surakarta. Universitas Brawijaya. Ronald, A. 2005. Nilai-Nilai Arsitektur Rumah Tradisional Jawa. Soekiman, D. 2000. Kebudayaan Indis dan Gaya Hidup Masyarakat Pendukungnya di Jawa Abad XVIII-Medio Abad XX. Gadjah Mada University Press. Strong, J. 2010. Theatre Buildings a Design Guide. Association of British Theatre Technicians. Yunianti, E. 2018. Kajian Estetika Ornamen Pada Elemen Masjid Agung Surakarta Dalam Konteks Budaya. Universitas Sebelas Maret. ResearchGate has not been able to resolve any citations for this publication. Gerarda Orbita Ida CahyandariTraditional houses resemble classification according to social status of the owner. Traditional house is a manifestation of symbolic and cultural meaning. Javanese traditional houses are represented in certain orders and characteristics. “Ndalem” in the form of “Joglo” is a type of high status. “Limasan” and “Kampung” are houses for medium and low status. Activities in a house reflect social inter-relationship in a family. Javanese people are categorized as patrileneal family systems that have cultural determination in domestic roles. The analysis requires historical data, pattern of activity, and architectural elements and symbols. Mapping of activities draws housing classification. “Dalems” and “joglos” have spaces to support social activity and define the roles. Houses in lower classification show balance of the social classification, Javanese traditional house, domestic rolesAbstrak Rumah tradisional mencitrakan status sosial pemilik yang juga berarti bahwa rumah tradisional memiliki makna simbolis dan kultural. Rumah trdisional Jawa diwujudkan dalam aturan dan karakteristik tertentu. Rumah “Joglo” dalam bentuk “Ndalem” berada pada status sosial pemilik yang tinggi, sedangkan Limasan dan Kampung dimiliki oleh kaum biasa dan rakyat jelata. Aktivitas dalam rumah mencerminkan hubungan social dalam suatu rumah tangga. Keluarga jawa termasuk penganut system patrilineal yang berpengaruh pada peran domestik. Analisis menggunakan data historis, pola aktivitas, dan elemen serta simbol arsitektural. Pemetaan aktivitas menunjukkan klasifikasi bangunan. Ndalem dan joglo memiliki ruang yang mendukung aktivitas dan peran sosial. Rumah dalam klasifikasi yang lebih rendah, menunjukkan peran domestik dan sosial yang kunci klasifikasi sosial, rumah tradisional Jawa, aktivitas rumah tanggaEstetika dan Simbol Dalam Wuwungan Mayonglor Sebagai Wujud Spiritual MasyarakatE DarmawantoDarmawanto, E. 2015. Estetika dan Simbol Dalam Wuwungan Mayonglor Sebagai Wujud Spiritual Masyarakat. Universitas Negeri Karakter Arsitektur Jawa Pada Fasad Pusat Kuliner Tradisional Di SurakartaM HabibbullahM MuqoffaO PurwaniHabibbullah, M., Muqoffa, M., & Purwani, O. 2019. Penerapan Karakter Arsitektur Jawa Pada Fasad Pusat Kuliner Tradisional Di Surakarta. Universitas Sebelas Arsitektur Rumah Tradisional JawaR IsmunandarIsmunandar, R. 2001. Joglo Arsitektur Rumah Tradisional Jawa. Dahara Arsitek Jilid 2. ErlanggaE NeufertNeufert, E. 2002. Data Arsitek Jilid 2. dan Detail Ornamen pada Arsitektur JawaA NiswahC NovindaI AprianggaraT KhoiraNiswah, A., Novinda, C., Aprianggara, I., & Khoira, T. 2018. Konstruksi dan Detail Ornamen pada Arsitektur Ragam Hias Tradisional Bali Pada Rumah Tinggal Sebagian Masyarakat Melayu Selangor MalaysiaO M NoorNoor, O. M. 2005. Penerapan Ragam Hias Tradisional Bali Pada Rumah Tinggal Sebagian Masyarakat Melayu Selangor Malaysia. Institut Teknologi Kaca Pada Interior Bangunan Tradisional Di SurakartaA PurnomoPurnomo, A. 2009. Ornamen Kaca Pada Interior Bangunan Tradisional Di Surakarta. Institut Seni Indonesia Surakarta.
Unsurseni rupa dalam pertunjukan wayang kulit purwa harus dipahami peranannya. Sebagai mana diketahui bahwa sebuah gubahan seni rupa terdiri dari perangkat teraga dan tidak teraga. Gerak-gerakan wayang yang dilakukan oleh sang Dalang akan Nampak pada pemirsa sebagai bentuk garis dalam ruang panggung. Bentuk garis tersebut tercermin oleh
1. Selain ukiran berbahan dasar kayu ,ada juga ukiran wayang kulit,yang berbahan dasar kulit 2. Hasil ukiran kayu di Jawa Barat berbentuk wayang golek,salah satu tokoh wayang golek yang terkenal jenaka adalah3. alat yang digunakan untuk membuat ukiran adalah4. Daerah penghasil gerabah terkenal di Jawa Barat adalah​ bumi
UkiranRelief wayang wisanggeni berikut ada dua gambar dengan gaya yang berbeda. Wayang wisanggeni yang No 1 berukuran 125cm x 180cm x tebal 8m dan yang kedua berukuran 50cm x 100cm x tebal 5cm. Relief batu alam tokoh pewayangan Wisanggeni yang biasanya dibuat dari kulit, untuk yang satu ini gambar wayang dibuat diatas lempengan batu alam paras putih. Pembuatanya antara wayang kulit dan relief AbstrakPara pencipta karya keramik di Indonesia terlihat telah berusaha mengangkat muatan tradisi khas Indonesia untuk mengimbangi dominasi kuasa produk keramik image Cina yang ada di Indonesia. Wayang khas Bali adalah salah satu motif tradisi yang sering dipilih dalam menciptakan karya-karya kriya keramik ini. Penulisan atikel ini bertujuan untuk membahas penciptaan karya-karya keramik yang terinspirasi dari motif wayang khas Bali. Penelitian ini memfokuskan bahasan pada jenis-jenis karya yang diwujudkan, teknik pembentukan, teknik penerapan ornamen, tokoh-tokoh wayang khas Bali yang divisualkan dan kualitas garapan dari karya-karya tersebut. Metode pengumpulan data dilakukan dengan observasi dan dokumentasi, analisis data dilakukan dengan deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karya-karya yang diwujudkan pada penciptaan keramik ini jenisnya terdiri dari guci dalam berbagai variasi dan ukuran, tempat lampu, dan dalam bentuk lukisan. Teknik pembentukan karya dikerjakan dengan teknik putar dan slab, dan penerapan ornamen dikerjakan dengan teknik lukis, ukir, dan toreh. Tokoh-tokoh wayang yang dominan dipilih dalam penciptaan ini, diambil dari seri ceritera Ramayana maupun Mahabrata, misalnya tokoh Rama, Sinta, Laksmana, Anoman, Bima, dan Arjuna. Kualitas garapan karya masing-masing pencipta cukup baik. Hal ini bisa dilihat dari kerapian garapan dan kerumitan bentuk ornamen. Simpulan yang dapat disampaikan bahwa karya-karya keramik hasil ciptaan ini mampu menjadi pembeda ditengah maraknya keramik bernuansa Cina di Kunci ornamen; wayang; penciptaan; seni; ceramic creators in Indonesia seems to have tried to lift the content of the typical Indonesian tradition to offset the power dominance of the Chinese image ceramic products in Indonesia. The Balinese puppets were one of the traditional motifs often chosen to creating these ceramics crafts. The article writing aims discussed the ceramic work's creation inspired by Balinese puppet motifs. This research focused on the types of works that are realized, the formation techniques, the applying ornaments techniques, the character figures that visualized and the quality of the works. The data collection method was done by observation and documentation, data analysis done with qualitative descriptive. The results showed that the ceramic works embodied consisted of jars in various variations and sizes, places of lights, and in the form of paintings. The technique forming work is done with swivel and slab techniques, and the ornaments application was done by painting, carving, and incising techniques. The dominant puppet characters chosen in this creation were taken from the Ramayana and Mahabharata stories, for example, the characters Rama, Sinta, Laksmana, Anoman, Bima, and Arjuna. The work quality of each creator was quite good. This can be seen from the neatness of the claim and the form complexity of the ornaments. The conclusions that can be conveyed were that the ceramics produced were able to make a difference in the midst of the rise of Chinese nuanced ceramics in ornaments; puppet; creation; art; ceramic. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Gorga Jurnal Seni Rupa Volume 08 Nomor 02 Juli-Desember 2019 p-ISSN 2301-5942 e-ISSN 2580-2380 Disubmit 13 September 2019, direview 19 September 2019, dipublish 13 Oktober 2019. MOTIF TRADISI WAYANG KHAS BALI PADA PENCIPTAAN SENI KERAMIK I Wayan Mudra1*, I Gede Mugi Raharja2* , I Wayan Sukarya3* Program Studi Kriya, Program Studi Desain Interior, dan Program Studi Seni Murni Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Seni Indonesia Denpasar Jl. Nusa Indah, Sumerta, Kota Denpasar, Kode Pos 80235 Bali. Indonesia Email wayanmudra Abstrak Para pencipta karya keramik di Indonesia terlihat telah berusaha mengangkat muatan tradisi khas Indonesia untuk mengimbangi dominasi kuasa produk keramik image Cina yang ada di Indonesia. Wayang khas Bali adalah salah satu motif tradisi yang sering dipilih dalam menciptakan karya-karya kriya keramik ini. Penulisan atikel ini bertujuan untuk membahas penciptaan karya-karya keramik yang terinspirasi dari motif wayang khas Bali. Penelitian ini memfokuskan bahasan pada jenis-jenis karya yang diwujudkan, teknik pembentukan, teknik penerapan ornamen, tokoh-tokoh wayang khas Bali yang divisualkan dan kualitas garapan dari karya-karya tersebut. Metode pengumpulan data dilakukan dengan observasi dan dokumentasi, analisis data dilakukan dengan deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karya-karya yang diwujudkan pada penciptaan keramik ini jenisnya terdiri dari guci dalam berbagai variasi dan ukuran, tempat lampu, dan dalam bentuk lukisan. Teknik pembentukan karya dikerjakan dengan teknik putar dan slab, dan penerapan ornamen dikerjakan dengan teknik lukis, ukir, dan toreh. Tokoh-tokoh wayang yang dominan dipilih dalam penciptaan ini, diambil dari seri ceritera Ramayana maupun Mahabrata, misalnya tokoh Rama, Sinta, Laksmana, Anoman, Bima, dan Arjuna. Kualitas garapan karya masing-masing pencipta cukup baik. Hal ini bisa dilihat dari kerapian garapan dan kerumitan bentuk ornamen. Simpulan yang dapat disampaikan bahwa karya-karya keramik hasil ciptaan ini mampu menjadi pembeda ditengah maraknya keramik bernuansa Cina di Indonesia. Kata Kunci ornamen; wayang; penciptaan; seni; keramik. Abstract The ceramic creators in Indonesia seems to have tried to lift the content of the typical Indonesian tradition to offset the power dominance of the Chinese image ceramic products in Indonesia. The Balinese puppets were one of the traditional motifs often chosen to creating these ceramics crafts. The article writing aims discussed the ceramic work's creation inspired by Balinese puppet motifs. This research focused on the types of works that are realized, the formation techniques, the applying ornaments techniques, the character figures that visualized and the quality of the works. The data collection method was done by observation and documentation, data analysis done with qualitative descriptive. The results showed that the ceramic works embodied consisted of jars in various variations and sizes, places of lights, and in the form of paintings. The technique forming work is done with swivel and slab techniques, and the ornaments application was done by painting, carving, and incising techniques. The dominant puppet characters chosen in this creation were taken from the Ramayana and Mahabharata stories, for example, the characters Rama, Sinta, Laksmana, Anoman, Bima, and Arjuna. The work quality of each creator was quite good. This can be seen from the neatness of the claim and the form complexity of the ornaments. The conclusions that can be conveyed were that the ceramics produced were able to make a difference in the midst of the rise of Chinese nuanced ceramics in Indonesia. Keywords ornaments; puppet; creation; art; ceramic. PENDAHULUAN Kehadiran karya keramik ada yang berfungsi pakai, ada yang berfungsi hias untuk memperindah ruangan dan ada yang berfungsi pakai dan hias. Keramik juga dapat dipandang sebagai karya seni berupa dua dimensi atau tiga dimensi Susanto dalam Isnaini, 2016137. Demikian juga karya keramik dapat dipahami sebagai karya untuk menyampaikan ekspresi seni, sehingga ada sebutan keramik seni dan seni keramik yang pada akhirnya keduanya bernilai ekonomi. Para era globalisasi saat ini pembuatan benda-benda keramik oleh perajin di Indonesia telah banyak Gorga Jurnal Seni Rupa Volume 08 Nomor 02 Juli-Desember 2019 p-ISSN 2301-5942 e-ISSN 2580-2380 Disubmit 13 September 2019, direview 19 September 2019, dipublish 13 Oktober 2019. dipengaruhi oleh kebutuhan pasar, sehingga jati diri yang menjadi tradisi produk kerajinan sebelumnya makin lama makin tenggelam dan bergeser kebentuk-bentuk inovatif yang mengabdi pada kebutuhan pasar. Pasar memiliki kuasa besar dalam mengubah haluan perajin dalam menghasilkan karya. Akhirnya muncullah produk-produk kriya yang menekankan komsumsi, ekonomi dan individual yang terlepas dari muatan tradisi sebelumnya. Muatan tradisi sebelumnya sering dianggap mengekang kebebasan berinovasi, sehingga harus ditinggalkan demi mengabdi pada kebutuhan pasar. Pada era global ini manusia diyakini lemah dalam menghargai tradisi dan mudah meninggalkan tradisi, karena dianggap tidak sesuai zamannya Mudra, dkk, 2019184. Terkait dengan hal di atas Martono mencontohkan produk-produk kriya keramik Kasongan telah dipengaruhi oleh barat, karena pasarnya yang produktif datang dari Eropa. Bentuk-bentuk kriya keramik khas Kasongan yang sebelumnya ada seperti kuda beban, naga, dan bentuk desain lainnya, semakin sulit ditemukan di sentra perajin. Demikian juga jenis produk kriya lainnya di daerah-daerah di Indonesia seperti kuningan di Juwana Pati, kriya logam Mojokerto, Boyolali dan sebagainya Martono, 201023. Pencipta kriya yang khusus menekuni kriya keramik dalam berkarya kecendrungannya mengarah ke kriya keramik seni. Mereka para kriyawan Indonesia ini dalam berkarya melakukan inovasi yaitu dengan mengangkat unsur-unsur muatan lokal yang ada di suatu daerah. Seniman keramik Indonesia seperti F Widiyanto, Suhaemi, Hildawati, Legganu dan Hendrawan, beberapa diantaranya banyak yang mengangkat identitas lokal Indonesia. F. Widayanto adalah satu seniman yang lahir di Jakarta 1953, menekuni pembuatan keramik sering menampilkan karya bernuansa khas Indonesia. Karya-karya keramik F. Widayanto yaitu Loro Blonyo, Ganesha-Ganeshi, Drupadi, Semar, dan lain-lain. Namun seniman-seniman keramik tersebut masih jarang yang mengangkat motif wayang Indonesia khususnya wayang khas Bali sebagai ide penciptaan dalam berkarya. Tujuan penulisan ini adalah untuk mengkaji jenis-jenis karya yang diwujudkan, teknik pembentukan, teknik penerapan ornamen, tokoh-tokoh wayang khas Bali yang divisualkan dan kualitas garapan dari karya-karya tersebut. KAJIAN TEORI Kesenian wayang di Indonesia dapat dijumpai dalam bentuk wayang kulit yang dapat dijadikan sumber inspirasi untuk berkarya. Wayang kulit adalah satu di antara budaya seni Indonesia yang beragam dan diyakini sebagai kebudayaan asli Indonesia. Penyelidikan Profesor Kern dan Brandes menunjukkan, bahwa wayang diperkaya dan dibesarkan oleh kebudayaan Hindu. Akan tetapi, wayang yang ada di Indonesia tidak terpaku pada epos India, karena sudah disesuaikan dengan kebudayaan Indonesia Mulyono, 1978 9. Wayang kulit yang dipentaskan maupun yang diwujudkan dalam karya seni rupa di Indonesia memiliki motif bentuk yang berbeda-beda bagi setiap daerah dan tidak semua daerah memiliki tradisi menekuni kesenian wayang. Di daerah Bali, pertunjukan wayang sudah ada sejak abad ke-9. Hal ini dapat diketahui dari Prasasti Bebetin, yang menjelaskan bahwa di Bali sudah ada pertunjukan wayang pada masa pemerintahan Raja Ugrasena, Tahun Saka 818 atau 896 Masehi Tim Penyusun, 1974/1975 23. Goslings dalam Arthanegara, 1977 3 bahkan menyatakan, bahwa wayang Bali lebih tua dari pada wayang Jawa, karena bentuk relif wayang pada Candi Jago abad ke-13 di Desa Tumpang dekat Malang, mirip bentuknya dengan wayang Bali. Sedangkan pada bangunan-bangunan kuno di Jawa tidak ditemukan relief bermotif wayang Jawa. Pada saat Raja Gelgel, Dalem Ketut Semara Kepakisan, diundang muntuk menghadiri Upacara Crada di Kerajaan Majapahit pada 1362, diberi hadiah sekotak wayang waktu pulang ke Bali Kanta, 1977/ 1978 10. Demikian pula pada masa pemerintahan Dalem Waturenggong, Raja Majapahit juga memberi hadiah sekotak wayang Arthanegara, dkk, 1980/1981 11. Berdasarkan bukti-bukti yang ada, maka wayang telah diakui oleh Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa UNESCO 7 November 2003, sebagai pertunjukkan bayangan boneka tersohor milik Indonesia, warisan mahakarya dunia yang tak ternilai dalam seni bertutur Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity Nurgiyantoro, 20117. Wayang memiliki nilai yang tinggi bagi kehidupan manusia sehingga diakui sebagai karya yang agung. Demikian juga tokoh-tokoh dan ceritera wayang sarat dengan nilai-nilai kehidupan manusia yang perlu diteladani dan dihindari. Maka dari itu sangatlah tepat diterapkan dalam penciptaan sebuah karya seni untuk bisa menyampaikan karakter kehidupan kepada masyarakat luas, seperti yang dilakukan dalam penciptaan karya-karya seni keramik. Gorga Jurnal Seni Rupa Volume 08 Nomor 02 Juli-Desember 2019 p-ISSN 2301-5942 e-ISSN 2580-2380 Disubmit 13 September 2019, direview 19 September 2019, dipublish 13 Oktober 2019. METODE PENELITIAN Tulisan ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan dengan metode deskriptif kualitatif. Penelitian ini termasuk penelitian sampel, pengambilan data dilakukan di Kota Denpasar, khususnya pada Perguruan Tinggi Institut Seni Indonesia Denpasar. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi dan dokumentasi, serta penentuan sumber data dengan proposive sampling yaitu sesuai dengan tujuan peneliti. Analisis data menggunakan metode hermeneutik, yaitu menginterpretasi teks atau subjek penelitian yaitu visual karya-karya keramik yang terinspirasi dari motif wayang khas Bali. dalam karya-karyanya. HASIL DAN PEMBAHASAN Beberapa pencipta kriya keramik yang telah menerapkan wayang motif khas Bali dalam penciptaan kriya keramik adalah I Wayan Mudra dan I Gede Yuliawan. Kedua pencipta ini adalah pencipta dari kalangan akademik yaitu Program Studi Kriya Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Seni Indonesia Denpasar. Mudra menciptakan beberapa karya keramik yang terinspirasi dari motif wayang khas Bali telah dilakukan mulai tahun 2018 sampai tahun 2019. Penciptaan ini merupakan realisasi dari Penelitian Penciptaan dan Penyajian Seni P3S dari Kemenristekdikti Republik Indonesia yang didanai 2018 dan 2019. Perwujudan karya ini melibatkan dua mitra, yaitu Tri Surya Keramik untuk proses pembentukan badan keramik dan proses pembakaran, dan untuk penerapan dekorasi dengan teknik lukis melibatkan mitra I Wayan Roky. Karya-karya yang diwujudkan oleh Mudra terdiri dari guci dan sangku yang divariasikan dalam beberapa bentuk dan ukuran. Motif wayang khas Bali diterapkan pada karya keramik dengan teknik lukis. Ide-ide penciptaan karya-karya yang diwujudkan terinspirasi dari bentuk gerabah Lombok, gerabah Yogyakarta yang dipasarkan di Bali yang banyak diperdagangkan di Desa Kapal Kecamatan Mengwi Kabupaten Badung Bali. Sedangkan penciptaan produk lainnya terinspirasi dari bentuk benda yang disebut sangku. Sangku dalam keseharian masyarakat Bali digunakan sebagai tempat air suci tirta pada saat melaksanaan upacara keagamaan. Selain di Bali, sangkau juga diduga masih digunakan sebagai perangkat upacara di daerah Tengger dan umumnya terbuat dari bahan logam. Sangku di daerah Tengger disebut prasen Atika, 2017. Keramik ciptaan Mudra ini dibentuk dengan teknik putar elektrick wheel dan tiga kali proses tahapan pembakaran yaitu pertama tahapan pembakaran bisquit, kedua tahap pembakaran glasir dan ketiga tahap pembakaran ornamen. Penerapan ornamen pada karya ini dilakukan dengan teknik lukis pada permukaan badan keramik. Objek ornamen yang dipilih adalah tokoh-tokoh motif wayang khas Bali dari ceritera Ramayana yang masih terkait dalam satu cerita singkat. Adegan cerita pewayangan tersebut berusaha menampilkan cerita yang memiliki nilai-nilai kebaikan dan toleransi. Satu dari beberapa karya Mudra berjudul “Guci Sugriwa Subali” seperti terlihat pada gambar 1 di bawah, berbentuk silinder berukuran tinggi 70 cm dan garis tengah badan 45 cm. Karya ini dibuat dengan teknik putar dalam tiga kali sambungan, artinya pembuatan badan keramik ini terdiri dari 3 tahapan. Tahapan pertama membuat badan keramik bagian bawah yang sering disebut bagian pantat, tahap kedua membentuk badan keramik bagaian tengah dan ketiga membentuk badan keramik bagian kepala. Kemudian dalam keadaan masih plastis bagian-bagian badan keramik tersebut disambung membentuk satu badan keramik yang utuh, terakhir dibentuk bagian tutup. Secara keseluruhan proses pembentukan badan keramik ini terdiri dari empat tahapan. Setelah proses pembentukan selesai dilanjutkan dengan proses pembakaran bisquit atau proses pembakaran pertama, kemudian proses pembakaran glasir transparan. Tahapan selanjutnya adalah proses penerapan ornamen motif wayang khas Bali yaitu style wayang Kamasan. Penerapan ornamen ini dilakukan dengan teknik lukis. Proses terakhir dari perwujudan keramik ini adalah proses pembakaran ornamen dengan suhu mencapai 1000oC. Pada karya “Guci Sugriwa Subali” ini diterapkan ornamen tokoh wayang bernama Sugriwa, Subali dan Rama. Tokoh Sugriwa dan Subali yang kakak beradik ini sesuai kisahnya digambarkan sedang perang antar saudara, berlangsung dengan sengit dan tidak ada yang mau mengalah. Kedua tokoh digambarkan pada beberapa sisi badan keramik yang dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian atas dan bawah. Tokoh Rama kemudian mengakhiri pertarungan tersebut dengan memanah Subali hingga tewas. I Gede Yuliawan, seorang pencipta keramik seni dalam berkarya juga terinpirasi dari motif wayang khas Bali yang diwujudkan dalam bentuk karya-karya tempat lampu. Bentuk-bentuk karya Yuliawan terdiri Gorga Jurnal Seni Rupa Volume 08 Nomor 02 Juli-Desember 2019 p-ISSN 2301-5942 e-ISSN 2580-2380 Disubmit 13 September 2019, direview 19 September 2019, dipublish 13 Oktober 2019. dari beberapa desain tempat lampu diberi judul sesuai dengan figure wayang yang divisualkan pada karya-karyanya, misalnya Tempat Lampu Hanoman dan Rahwana, Tempat Lampu Rama dan Laksmana, Tempat Lampu Rama Dan Sita, Tempat Lampu Sugriwa dan Subali, Tempat Lampu Jetayu, Tempat Lampu Anggada dan Hanoman, Tempat Lampu Hanoman, Tempat Lampu Rahwana, Tempat Lampu Anggada dan Subali, dan Tempat Lampu Rama Memanah Kijang. Beberapa karya Yuliawan dibentuk dengan teknik putar dan beberapa karya lainnya dibentuk dengan teknik cetak. Ornamen motif wayang khas Bali diterapkan dengan teknik tempel, ukir, dan toreh, sedangkan proses finishing dilakukan dengan pengglasiran pada badan keramik sebagai latar belakang dan pemberian warna non glasir pada objek wayang. Karya-karya tempat lampu ciptaan Yuliawan dilengkapi dengan penutup atas terbuat dari kain diberi ornamen motif wayang Kamasan. Penerapan ornamen motif wayang pada penutup tempat lampu ini bertujuan untuk membuat keselarasan ornamen antara bodi keramik dengan kap lampunya. Gambar 2 karya “Tempat Lampu Hanoman dan Rahwana” di bawah, didekorasi menggunakan teknik toreh dan ukir, pewarnaan menggunakan glasir warna ivory sebagai warna dasar pada badan tempat lampu, Sedangkan warna figur tokoh Hanoman dan Rahwana menggunakan cat warna sintetis diterapkan dengan teknik sigar. Pada bagian bawah badan tempat lampu ini dikombinasikan dengan kayu yang bentuknya disesuaikan dengan badan keramik yang berfungsi sebagai dudukan dan tempat memasang kabel lampu. Karya Yuliawan lainnya gambar 3 di bawah berjudul “Tempat Lampu Rama Sinta”, memvisualkan tokoh Rama dan Sita dalam cerita Ramayana. Badan keramik tempat lampu ini dibuat berbentuk kotak yang mengecil pada bagian atas, dan dibuat dengan teknik slab. Penerapan ornamen figur wayang dikerjakan dengan teknik toreh dan ukir. Badan keramik tempat lampu ini diglasir berwarna hitam dan pada bagian ornamen difinishing dengan cat minyak keramik dengan teknik sigar. Pada karya ini juga ditambahkan alas dari bahan kayu pada bagian bawah karya, bentuknya disesuaikan dengan bentuk persegi badan keramik bagian bawah. Pada karya ini digambarkan saat pengasingan Rama, Sita, dan Laksmana di hutan. Saat itu seekor kijang berbulu keemasan berjalan mendekati Sita, dan Sita mencoba menangkapnya tetapi gagal dan kijangpun lari. Sita meminta Rama menangkap kijang, akhirnya Sita tinggal sendiri di tempat karena ditinggal Rama menangkap kijang yang lari. Laskmana juga ikut membantu Rama menangkap kijang. Pada saat Sita ditinggal oleh Rama dan Laksmana, saat itu Sita diculik Rahwana dan dibawa ke Alengka, Sudjarwo, dkk, 2010 346-368. Karya keramik lain yang terinpirasi dari motif wayang khas Bali adalah karya hiasan dinding yang terdiri dari sembelan bentuk tegel, kemudian dibingkai seperti karya lukisan terlihat pada gambar 4 di bawah. Karya ini merupakan koleksi Balai Teknologi Industri Kreatif Keramik BTIKK Bali. Tokoh wayang yang diangkat sebagai objek utama pada karya ini adalah Sita dan seorang Resi, dibuat dengan teknik tempel dan ukiran tipis sehingga menyerupai pandil. Pada karya ini juga digambarkan objek pohon besar yang diposisikan pada sisi bagian kiri dan kanan. Motif daun pohon dibuat dengan motif yang berbeda untuk memunculkan keragaman bentuk pada latar belakang karya. Sedangkan pada bagian bawah objek karya divisualkan tanaman-tanaman kecil dan bentuk-bentuk bebatuan yang digambarkan lingkaran-lingkaran dalam bentuk kekarangan. Karya ini menampilkan kerapian dan kerumitan yang cukup tinggi dan penerapan warna lembut dengan teknik lukis. Gambar 1. Guci Subali Sugriwa. Sumber Mudra, 2018 Gorga Jurnal Seni Rupa Volume 08 Nomor 02 Juli-Desember 2019 p-ISSN 2301-5942 e-ISSN 2580-2380 Disubmit 13 September 2019, direview 19 September 2019, dipublish 13 Oktober 2019. Gambar 2. Tempat Lampu Hanoman dan Rahwana. Sumber Yuliawan, 2015 Gambar 3. Tempat Lampu Rama dan Sinta. Sumber Yuliawan, 2015 Gambar 4. Hiasan Dinding Keramik Ornamen Sinta dan Pendeta. Sumber BTIKK Bali, - Penciptaan karya-karya Mudra ini lebih cendrung menghadirkan fungsi hias dibandingkan fungsi praktisnya atau nilai gunanya. Fungsi hias yang dimaksud adalah nilai-nilai keindahan dan kerumitan dalam perwujudannya dibandingkan nilai fungsi dari karya tersebut. Penilaian tersebut diperoleh jika mengacu kepada pendapat Husen Hindrayana 20186 yang mengelompokkan karya seni kriya menjadi tiga yaitu karya seni yang cendrung menghadirkan nilai keindahan, kualitas teknik pengerjaan dan fungsi. Ornamen motif wayang khas Bali yang dibuat dengan kerumitan yang cukup tinggi memang dihadirkan untuk memunculkan nilai keindahan. Ornamen motif wayang khas Bali yang ditampilkan berusaha divisualkan semaksimal mungkin memiliki motif karakter Bali yang sering dikenal sebagai lukisan wayang gaya Kamasan. Lukisan wayang gaya Kamasan ini telah menjadi acuan dalam menggambar wayang dan menghasilkan berbagai produk kriya di Bali. Lukisan wayang Kamasan adalah lukisan tradisi yang berkembang di Desa Kamasan Kabupaten Klungkung Bali, memiliki identitas yang sangat khas dan unik, terikat oleh pakem, nilai, norma, dan ketentuan yang bersifat mengikat dan baku Mudana, 2017. Dengan demikian penciptaan karya keramik ini memiliki tujuan untuk menampilkan keindahan bentuk yang khas melalui ornamen wayang Kamasan yang divisualkan pada badan keramik dengan penerapan teknik lukis. Tokoh Subali dan Sugriwa pada guci karya Mudra di atas, dalam episode Ramayana sering muncul pada lakon Guwarsa Guwarsi, atau lakon Sugriwa Subali, atau sering disebut dengan lakon Cupu Manik Astagina. Lakon tersebut cukup popular di kalangan penggemar wayang kulit. Subali dalam cerita pewayangan digambarkan sebagai tokoh yang memiliki watak keras, pemarah, temperamen, tanpa berfikir panjang dalam memutuskan segala sesuatu. Serat Pedalangan Ringgit Purwa Mangkunegara VII 74 menulis pada adegan ketika Subali terkurung di dalam gua tanpa berfikir panjang Sugriwa menutup goa tersebut. Subali beranggapan Sugriwa sengaja menutup pintu gua untuk mendapatkan Dewi Tara. Pada cerita lain penutupan goa dimaksudkan sebagai upaya Sugriwa menepati pesan Subali jika terjadi darah putih keluar supaya lobang goanya ditutup. Namun hal tersebut tidak dipercaya Subali dan menuduh Sugriwa berbuat curang sehingga pertempuran antar saudara ini tidak bisa dihindari. Penerapan objek ornamen wayang pada karya Yuliawan dapat dikatakan sebagai karya relief, di Bali sering disebut sebagai karya pandil. Pada karya-karya ini objek wayang dibuat lebih menonjol dari pada badan keramik, sehingga tampilan figure wayang terlihat lebih jelas dan diperkuat dengan penerapan warna. Penonjolan yang dimaksud adalah ketebalan ornamen beberapa melimeter sebagai akibat proses Gorga Jurnal Seni Rupa Volume 08 Nomor 02 Juli-Desember 2019 p-ISSN 2301-5942 e-ISSN 2580-2380 Disubmit 13 September 2019, direview 19 September 2019, dipublish 13 Oktober 2019. perwujudan yang dilakukan dengan teknik tempel, kemudian dibuat detail dengan teknik ukir sesuai figure yang digambarkan. Ketebalan relief pada karya-karya ini dapat dikatakan sebagai katagori relief rendah low relief. Alamsyah 201839 menjelaskan relief rendah adalah relief yang kedalamannya kurang dari setengah dari objek yang digambarkan. Relief lazim dikenal sebagai seni pahat tiga dimensi, umumnya dibuat di atas media batu atau media lainnya yang memiliki nilai sejarah kuno seperti bangunan kuil, candi, monumen dan bangunan lainnya. Beberapa karya Yuliawan menampilkan warna objek wayang yang kontras dengan latar belakang, sehingga visualisasi motif wayang menjadi sangat jelas dan kontras. Warna-warna gelap sering diambil sebagai latar belakang penciptaan karya ini untuk menampilkan kesan objek wayang lebih dominan. Latar belakang gelap membuat penonjolan objek wayang semakin jelas. Penerapan warna pada objek wayang pada karya-karya Yuliawan tidak terlihat merujuk pada referensi warna wayang khas Bali seperti warna style wayang Kamasan, namun menerapkan warna sesuai keinginan penciptanya. Cat yang digunakan untuk mewarnai karya ini merupakan warna khusus untuk melukis karya keramik buatan pabrik yang dapat dibeli di toko-toko penjual cat warna. Berbeda dengan bahan pewarna lukisan wayang Kamasan sebagian besar diambil dari alam, seperti mangsi untuk warna hitam; blau untuk warna biru yang dibuat dari daun taum; atal sejenis batu yang banyak didapat dari gunung berapi untuk warna kuning; kunyit untuk warna kuning tua; kencu untuk warna merah tua; tulang atau tanduk menjangan untuk warna putih Nirma, 2010. Visual karya-karya ini memberikan gambaran kepada publik sebagai apresiator, penikmat seni, ataupun sebagai calon konsumen, bahwa karya-karya tempat lampu ini dikerjakan dengan ketelitian dan kerumitan yang cukup tinggi, dibuat dengan hati-hati dan memperhatikan detail yang baik. Kerumitan disebut juga ngrawit yaitu sangat rumit, dikerjakan dengan penuh ketelitian, dengan sabar dan hati-hati Alamsyah, 201840. Pada proses penciptaan karya ini juga sangat mempertimbangkan pemenuhan fungsi karya sebagai hal yang utama dan semaksimal mungkin dirancang untuk mampu menampilkan karya yang unik dan menarik, seperti contoh karya yang terlihat pada gambar 2 dan 3 di bawah. Figur-figur wayang yang dipilih sebagai objek ornamen pada penciptaan karya Yuliawan tergambar dalam suatu penggalan kisah cerita yang diwakili oleh tokoh-tokoh tersebut. Pada gambar 2 di bawah dinarasikan dan divisualkan cerita Hanoman dan Rahwana berseteru karena Hanoman bermaksud menyelamatkan Dewi Sita yang disekap di taman Soka, Alengka. Hanoman adalah anak dari Batara Bayu dengan Dewi Anjani. Hanoman dikisahkan mempunyai kekuatan yang tidak ada bandingannya, tidak ada senjata yang mampu membunuh dirinya. Hanoman juga dikisahkan memiliki kemampuan mengubah diri menjadi besar sebesar gunung atau mengecil seperti anak monyet sesuka hatinya. Di samping itu Hanoman juga mempunyai perwatakan yang baik seperti pemberani, sopan-santun, setia, prajurit ulung, waspada, pandai berbahasa, rendah hati, kuat dan tabah Sudjarwo, dkk, 2010 234. Tokoh Rahwana yang digambarkan pada karya di atas merupakan putra dari Rsi Wisrama dengan Dewi Sukesi. Dewi Sukesi adalah putri Prabu Sumali, raja Alengka. Rahwana adalah figur yang dipakai untuk menyampaikan pesan yang tidak baik, misalnya sifat angkara murka, serakah, tamak sekaligus lambang sifat ulet dalam mengejar cita-cita. Tokoh ini dianggap mewakili sikap keserakahan karena menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya, ia bisa dan tega mengorbankan siapa pun. Rahwana juga dikisahkan memiliki kekuatan atau kesaktian luar dari biasanya, yaitu tidak akan mati semasih jasadnya menyentuh tanah Sudjarwo, dkk, 2010 266 . KESIMPULA DAN SARAN Karya-karya keramik di atas memberikan pemahaman bahwa motif wayang khas Bali sangat menginpirasi kriyawan dalam penciptaan karya-karya keramik yang unik dan menarik. Penciptaan motif wayang khas Bali pada media keramik masih sangat jarang dilakukan oleh para kriyawan keramik. Kriyawan keramik menerapkan ornamen wayang khas Bali pada media keramik dilakukan dengan berbagai teknik misalnya teknik lukis, teknik ukir dan teknik toreh. Tokoh-tokoh wayang yang sering diangkat dalam penciptaan karya keramik ini adalah tokoh-tokoh yang populer, tokoh-tokoh yang lumrah secara umum dikenal masyarakat luas. Tokoh-tokoh tersebut ditampilkan pada suatu adegan singkat seri ceritera Ramayana maupun Mahabrata. Tokoh-tokoh pewayangan tersebut misalnya tokoh Rama, Sinta, Laksmana, Anoman, Bima, dan Arjuna. Ornamen khas tradisi pada media keramik ini mampu menjadi pembeda di tengah maraknya keramik bernuansa Cina di Indonesia. Namun kalau dilihat dari visual keramik Cina yang dipasarkan di Indonesia, nampaknya Gorga Jurnal Seni Rupa Volume 08 Nomor 02 Juli-Desember 2019 p-ISSN 2301-5942 e-ISSN 2580-2380 Disubmit 13 September 2019, direview 19 September 2019, dipublish 13 Oktober 2019. kriyawan keramik ini masih belum mampu mengimbangi dominasi kuasa kualitas dan kuantitas yang ditampilkan keramik Cina. Penciptaan-penciptaan kriya keramik yang bernuansa budaya tradisi dari berbagai daerah di Indoensia perlu terus didorong untuk memunculkan karya-karya keramik berkarakter Indonesia. Pihak-pihak yang memiliki kuasa dalam hal ini bisa melakukan berbagai langkah seperti pembinaan perajin, pemberian modal usaha, melakukan lomba produk kriya bernuansa tradisi, kriya pemberian pemahaman pentingnya pelesatarian budaya melalui karya kriya, serta tindakan nyata yang lainnya. DAFTAR RUJUKAN Alamsyah. 2018. “Potret Pekerja Kerajinan Seni Ukir Relief Jepara”. Endogami Jurnal Ilmiah Kajian Antropologi, 21, Diunduh 29 April 2019 dari Arthanegara, I G B. 1977. Wayang Kulit Koleksi Museum Bali. Denpasar Proyek Pengembangan Media Kebudayaan Ditjen Kebudayaan Departemen P dan K Republik Indonesia. Arthanegara, I G B, Alit Widiastuti. 1980/1981. Lukisan Wayang Kamasan Koleksi Museum Bali. Denpasar Proyek Pengembangan Permoseuman Bali. Atika. 2017. “Mintaqulburuj”. Pusat Penelitian Arkeologi Nasional Kemendikbud. Diunduh 9 April 2019 dari Isnaini, S. K., I N. Lodra. 2016. Bentuk, Teknik, Dan Fungsi Ragam Hias Keramik Pada Coco Karunia Keramik Probolinggo. Jurnal Pendidikan Seni Rupa, 0401, Diunduh 10 April 2019 dari Kanta. I Made. 1977/1978. Proses Melukis Tradisional Wayang Kamasan. Denpasar Proyek Sasana Budaya Bali. Martono. 2015. Nilai-Nilai Tradisi sebagai Inspirasi Pengembangan Desain Kriya Kontemporer. Imaji Jurnal Seni dan Pendidikan Seni, 81. Diunduh 30 April 2019 dari doi Mudana, I. W. 2017. “Inovasi Bentuk Lukisan Wayang Kamasan”. Mudra Jurnal Seni Budaya, 312. Diunduh 20 April 2019 dari Mudra, I., P, I., & CK, I. 2019. Dinamika Problematik Artefak Kriya Masa Lalu di Bali pada di Era Revolusi Industri Senada Seminar Nasional Desain Dan Arsitektur, 2, 183-189. Retrieved from Mulyono, Sri. 1978. Wayang Asal Usul, Filsafat dan Masa Depannya. Jakarta Gunung Agung. Nurgiyantoro, Burhan. 2011. “Wayang dan Pengembangan Karakter Bangsa”. FBS Universitas Negeri Yogyakarta. Jurnal Pendidikan Karakter, 11. Diunduh 24 Maret 2019 dari Nirma, I Nyoman. 2010. “Wayang Kamasan II”. Diunduh 29 April 2019 dari Sudjarwo, Heru S, Sumari, Wiyono Undung. 2010. Rupa dan Karakter Wayang Purwa. Jakarta Kaki Langit Kencana. Tim Penyusun. 1974/1975. Perkembangan Wayang Wong Sebagai Seni Pertunjukan. Denpasar Proyek Pengembangan Sarana Wisata Budaya Bali. ... Tulisan berjudul "Motif Tradisi Wayang Khas Bali pada Penciptaan Seni Keramik". Tulisan ini menjelaskan jenis-jenis karya yang diciptakan dengan ornamen wayang khas Bali, teknik pembentukan dan teknik penerapan oranmennya serta tokoh-tokoh wayang yang dipilih sebagai ornamen Mudra, 2019 Batasan mengenai estetika adalah sesuatu yang masih sulit untuk dijelaskan secara tepat, karena sifatnya sangat luas dan bersifat subyektif. Buku pertama yang membahas estetika yaitu Baumgarten "Aesthetica" 1750. ... I Wayan MudraGede Mugi RaharjaWayan SukaryaAbstrak Wayang Bali dalam bentuk lukisan tradisional sebagai budaya warisan leluhur ikut menginpirasi kriyawan Bali dalam mewujudkan karya-karya keramik bernilai estetika. Usaha para kriyawan ini dapat dibaca sebagai perlawanan terhadap masuknya karya keramik dari luar dan produksi karya-karya keramik seni di Indonesia yang mengabaikan karakter Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk membahas estetika dari visual karya-karya keramik yang menerapkan ornamen wayang khas Bali. Metode pengumpulan data dilakukan dengan observasi dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa estetika dari visual produk kriya keramik dengan ornamen wayang khas Bali dilihat dari kesatuan unity, keselarasan harmony, kesetangkupan symmetry, keseimbangan balance, dan perlawanan contrast cukup baik walaupun belum maksimal. Disamping itu estetika visual ornamen karya-karya keramik ini belum menampilkan kerumitan complexity yang baik, sehingga keindahan yang diperoleh tidak maksimal. Penilaian estetika visual pada karya ini bersifat subyektif, sehingga sangat mungkin ada penilaian yang berbeda. Simpulan yang dapat disampaikan bahwa estetika dapat dicapai dengan mengangkat budaya tradisi masa lalu dan sekaligus sebagai bentuk penghargaan terhadap budaya tersebut dan menjadi pembeda di tengah maraknya keramik bernuansa Cina di Indonesia. Kata Kunci estetika, keramik, ornamen, wayang, Bali. Abstract The Balinese puppets in the traditional paintings as a cultural heritage has inspired Balinese craftsmen created ceramic works of aesthetic value. The efforts these craftsmen can be read as resistance to entry the ceramic works from outside and the production of the ceramic art in Indonesia that ignore Indonesian characters. This study aims to discuss the aesthetics of visuals ceramic works that apply Balinese puppets ornaments. The data collection method by observation and documentation. The results showed that the aesthetics of the ceramic craft products with Balinese puppets ornaments seen from unity, harmony, symmetry, balance, and contrast are quite good, although not yet optimal. Besides, the visual aesthetics of the ceramic works have not displayed good complexity, so the beauty that obtained was not optimal. The visual aesthetic assessment of this work was subjective in nature, so it was possible that there will be different judgments. The conclusion that aesthetics can be achieved by elevating the cultural traditions of the past and at the same time as a form of appreciation for that culture and become a differentiator amid the rise of Chinese ceramics in Indonesia.... Tulisan berjudul "Motif Tradisi Wayang Khas Bali pada Penciptaan Seni Keramik". Tulisan ini menjelaskan jenis-jenis karya yang diciptakan dengan ornamen wayang khas Bali, teknik pembentukan dan teknik penerapan oranmennya serta tokoh-tokoh wayang yang dipilih sebagai ornamen Mudra, 2019 Batasan mengenai estetika adalah sesuatu yang masih sulit untuk dijelaskan secara tepat, karena sifatnya sangat luas dan bersifat subyektif. Buku pertama yang membahas estetika yaitu Baumgarten "Aesthetica" 1750. ... I Wayan MudraI Gede Mugi RaharjaI Wayan SukaryaThe Balinese puppets in the traditional paintings as a cultural heritage has inspired Balinese craftsmen created ceramic works of aesthetic value. The efforts these craftsmen can be read as resistance to entry the ceramic works from outside and the production of the ceramic art in Indonesia that ignore Indonesian characters. This study aims to discuss the aesthetics of visuals ceramic works that apply Balinese puppets ornaments. The data collection method by observation and documentation. The results showed that the aesthetics of the ceramic craft products with Balinese puppets ornaments seen from unity, harmony, symmetry, balance, and contrast are quite good, although not yet optimal. Besides, the visual aesthetics of the ceramic works have not displayed good complexity, so the beauty that obtained was not optimal. The visual aesthetic assessment of this work was subjective in nature, so it was possible that there will be different judgments. The conclusion that aesthetics can be achieved by elevating the cultural traditions of the past and at the same time as a form of appreciation for that culture and become a differentiator amid the rise of Chinese ceramics in Wayan MudanaLukisan wayang Kamasan LWK merupakan seni tradisional yang tumbuh dan berkembang di Desa Kamasan, Klungkung, Bali, memiliki identitas sangat khas dan unik. Secara tradisi lukisan wayang Kamasan memiliki identitas yang sangat khas dan unik digunakan sebagai sarana persembahan dalam ritual agama Hindu. Kekhasan LWK terikat oleh pakem, nilai, norma, dan ketentuan yang bersifat mengikat dan baku, Sedangkan keunikannya, masih dikerjakan secara kolektif dan komunal dengan menggunakan bahan dan peralatan yang diambil dari alam serta diolah dengan teknik-teknik tradisional. Secara visual LWK juga memiliki estetika yang sangat artistik, di dalamnya terkandung nilai-nilai filsafat yang bersifat simbolik yang sering digunakan sebagai pencerahan dan bayangan dalam kehidupan manusia di dunia maupun di akhirat. Pada perkembangannya LWK diinovasi menjadi seni kemasan pasar untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Dalam hukum seni pasar, Keith Tester 2003 mengatakan; konsumen dengan kekuatan modal beserta agen-agennya sudah mampu mengatur dan mengendalikan pelukis untuk menciptakan produk-produk baru yang semu. Lebih lanjut, modal dapat digolongkan menjadi, modal kapital, modal simbolik, modal budaya, dan modal lukisan Wayang Kamasan LWK sebagai seni kemasan pasar menarik untuk dikaji secara kritis dengan menggunakan pendekatan culture studies terfokus pada tiga masalah. Pertama, mengapakah terjadi inovasi pada lukisan wayang Kamasan? Kedua, bagaimanakah bentuk inovasi lukisan Wayang Kamasan sebagai seni kemasan pasar 7 dan Ketiga, bagaimanakah implikasi inovasi lukisan wayang Kamasan menjadi seni kemasan pasar di Klungkung Bali? Pengkajian terhadap masalah tersebut bersifat ekletik menggunakan teori praktik dengan rumus generatzf habitus x modal + ranah = praktik, teori komodifikasi, dan teori estetika postmodern Metode yang digunakan mengkaji penelitan LWK adalah metode kritis yang bersifat emansipatoris dengan data wawancara secara mendalam, observasi, studi kepustakaan, dan penelitian menunjukkan sebagai berikut, Pertama, LWK sudah mengalami inovasi menjadi produk-produk baru untuk memenuhi kebutuhan konsumen, Faktor-faktor pendorong terjadinya inovasi, yaitu 1 motivasi ekonomi, 2 identitas diri, 3 kreativitas melukis 4 globalisasi, dan 5 pariwisata. Kedua, bentuk inovasi LWK berupa produk soevenir, yaitu berupa barang dagangan untuk didistribusikan ke pasar. Ketiga, implikasi dari inovasi LWK bersifat positif dan negatif. Sifat positif LWK dapat meningkatkan kesejahteraan, meluasnya distribusi dan konsumsi sosial, munculnya pelukis perempuan, dan berkembangnya industri kreatif. Sifat negatifnya, LWK yang bersifat simbolik diprofanisasi menjadi produk massa sehingga terj adi desakralisasi yang berimplikasi melunturnya nilai-nilai tradisi lokal dan berkembangnya industri kreatif di Klungkung Proyek Pengembangan Permoseuman BaliLukisan Wayang Kamasan Koleksi MuseumBaliLukisan Wayang Kamasan Koleksi Museum Bali. Denpasar Proyek Pengembangan Permoseuman Penelitian Arkeologi Nasional KemendikbudAtikaAtika. 2017. "Mintaqulburuj". Pusat Penelitian Arkeologi Nasional Kemendikbud. Diunduh 9 April 2019 dari cle/jbqofa_1519878107/mintaqulburujBentuk, Teknik, Dan Fungsi Ragam Hias Keramik Pada Coco Karunia Keramik ProbolinggoS K IsnainiN LodraIsnaini, S. K., I N. Lodra. 2016. Bentuk, Teknik, Dan Fungsi Ragam Hias Keramik Pada Coco Karunia Keramik Probolinggo. Jurnal Pendidikan Seni Rupa, 0401, Diunduh 10 April 2019 dari article/view/15011/ 2015. Nilai-Nilai Tradisi sebagai Inspirasi Pengembangan Desain Kriya Kontemporer. Imaji Jurnal Seni dan Pendidikan Seni, 81. Diunduh 30 April 2019 dari doi Problematik Artefak Kriya Masa Lalu di Bali pada di Era Revolusi Industri Senada Seminar Nasional Desain Dan ArsitekturI MudraI CkMudra, I., P, I., & CK, I. 2019. Dinamika Problematik Artefak Kriya Masa Lalu di Bali pada di Era Revolusi Industri Senada Seminar Nasional Desain Dan Arsitektur, 2, 183-189. Retrieved from dan Pengembangan Karakter Bangsa". FBS Universitas Negeri YogyakartaSri MulyonoMulyono, Sri. 1978. Wayang Asal Usul, Filsafat dan Masa Depannya. Jakarta Gunung Agung. Nurgiyantoro, Burhan. 2011. "Wayang dan Pengembangan Karakter Bangsa". FBS Universitas Negeri Yogyakarta. Jurnal Pendidikan Karakter, 11. Diunduh 24 Maret 2019 dari ew/1314. Nirma, I Nyoman. 2010. "Wayang Kamasan II". Diunduh 29 April 2019 dari dan Karakter Wayang PurwaHeru S SudjarwoWiyono SumariUndungSudjarwo, Heru S, Sumari, Wiyono Undung. 2010. Rupa dan Karakter Wayang Purwa. Jakarta Kaki Langit Pekerja Kerajinan Seni Ukir Relief JeparaAlamsyah. 2018. "Potret Pekerja Kerajinan Seni Ukir Relief Jepara". Endogami Jurnal Ilmiah Kajian Antropologi, 21, Diunduh 29 April 2019 dari article/view/21302. Weunderstand this kind of Ornamen Ukir Pada Wayang Kulit Termasuk Gambar Yang Bersifat graphic could possibly be the most trending subject subsequently we allowance it in google plus or facebook. We try to introduced in this posting since this may be one of astonishing citation for any Ornamen Ukir Pada Wayang Kulit Termasuk Gambar Yang
Аվուጧу չащекру αሽшι трኘճθζуςеզ εձоփιኘ
Ε офርшէΑнтеβа λቇцዔнιбифи
Ըտዬ раኹузвυЛирε акուрсሕ аዔι
ላглεռեκ մαծипε оρኆዱሏ каցежիкиզо
SIMBOLISMEDALAM UKIRAN GUNUNGAN "KAYON"WAYANG KULIT(TELAAH SEMIOTIKA BUDAYA) Oleh: EKO STIYONO ( 02340042 ) Indonesian Language Dibuat: 2007-09-21 , dengan 3 file(s). Keywords: Semiotika kayon wayang kulit Penelitian ini dilatarbelakangi oleh keberadaan wayang kulit yang sarat dengan simbol-simbol bernilai serta filosofi yang terkandung di
Environmentmerupakan salah satu bagian terpenting dalam animasi, tanpa environment cerita yang ditampilkan akan tampak kurang menarik, environment merupakan sebuah tempat dimana cerita tersebut diceritakan. Penulis merancang environment untuk menceritakan Zheng He saat berada di Majapahit, dalam perancangan environment ini penulis menerapkan ornamen wayang purwa yang menggunakan ukiran patran bLh9.
  • c7unaabn9p.pages.dev/365
  • c7unaabn9p.pages.dev/36
  • c7unaabn9p.pages.dev/141
  • c7unaabn9p.pages.dev/53
  • c7unaabn9p.pages.dev/54
  • c7unaabn9p.pages.dev/190
  • c7unaabn9p.pages.dev/397
  • c7unaabn9p.pages.dev/352
  • c7unaabn9p.pages.dev/338
  • ornamen ukir pada wayang kulit termasuk gambar yang bersifat